Selasa, 29 April 2025

DIALOG-KELOMPOK 2

 tugas akhir bab 2, kelompok 2



Kelompok 2 :  

- Roykhan tri

- tarisah(ica)

- nactarrafa

- arisyah(bu alisya)

- qiwamuddin


Tokoh dan Penokohan :  

- Ica : siswi yang selalu mengingatkan Roy dan Miko  

- Miko : siswa yang bisa dibilang nakal dan selalu ngelanggar peraturan  

- Roy : sifatnya tidak jauh dari Miko  

- Bu Alisya : penyabar walau terkadang lepas kendali  

- Kiwa : siswa yang bertobat setelah mengetahui pahitnya nakal

Latar :  

- Tempat : Ruang kelas dan Ruang BK  

- Waktu : ketika sekolah tengah aktif

- Suasana : bahagia, akrab, mencair, haru  


Kesadaran dalam persahabatan


(Lampu redup dan musik mulai bermain)


Di kelas XI-5, tempat dimana 38 siswa-siswi menempuh pelajaran untuk mengais masa depan. Dan terdapat tiga orang yang menjadi tatapan utama para Bu Alisya. Ica, Roy, dan Miko. Suatu hari, di hari senin seperti yang Bu Alisya duga ...



Roy : (membuka pintu kelas yang berderit dengan kasar) samlekom!  


Miko : (mengikuti dari belakang Roy sambil melambaikan tangan) samlekom!


Bu Alisya : (Bu Alisya yang sudah geram dengan mereka berdua akhirnya berdiri dan menghampirinya) Cukup! kalian berdua! Kenapa sih kalian selalu telat? Kan wes tak kandani kalau masuk sekolah itu jam 6.55! Kenapa malah datang jam 7.30?!  


Miko : (dengan gaya nya yang santai yang tak tau malu) Ya sorry nih Bu. Roy tadi saya bangunin, tapi gak iso. Makanya saya—


Bu Alisya : (dengan cepat motong kalimat Miko) hentikan! ikut saya ke Ruang BK! (Dengan sigap, Bu Alisya menggiring mereka berdua ke. Ruang BK)


Roy : waduh, Ko, kenek masalah maneh kita ini (bukan dengan nada khawatir, tapi malah nantang)


Miko : santai, mungkin cuman di marahi doang. Gak mungkin diapa-apain.


Setelah beberapa saat digiring, mereka akhirnya sampai di Ruang BK. Namun, saat mereka masuk, mereka melihat Ica sedang mengobrol dengan anak cowok yang belum pernah Roy dan Miko lihat.  


Bu Alisya : lihat saya! Jangan alihkan perhatian kalian ke mereka! (Bu Alisya membentak) Kalian ini kenapa sih? Selalu aja ngelanggar peraturan sekolah. (Bu Alisya melihat ke Miko dengan tatapan tajam) Kamu Ko, selalu aja ngajak Roy buat ngelanggar. (Sekarang tatapan


nya pindah ke Roy) Kamu juga, lapo gelem diajak nakal sama Miko? Udah tau dia pernah gak naik kelas, malah ditemenin  


Roy : (dengan tatapan sedikit mengejek sambil menjawab) kalo katanya ustad saya, Bu, semua teman itu harus ditemenin. Kasian kan Miko kalo gak ditemenin.


Sesuai dugaan mereka , bahwa mereka akan diomelin oleh Bu Alisya dengan beberapa ceramah yang bahkan mengalahkan khutbah Jum’at hingga beberapa saat berlalu, Ica menghampiri mereka


Ica : (dengan menyedekapkan tangan nya) pasti karena terlambat lagi, ya Bu?


Bu Alisya : (melihat ke arah Ica) bener, selalu aja temen-temen mu ini ada aja kelakuannya. Kalo gak tidur ya telat. Kalo gak telat, ya bolos. Memang Masyallah sekali dua anak ini


Miko : (menyikut lengan Roy) bener kan, kita emang anak yang “Masyallah”. Wali kita aja ngakoni, hahahaha


Roy : (ikut tertawa)


Hal itu sontak saja membuat Bu Alisya semakin panas dan menghukum mereka dengan berdiri di depan kelas sambil mengangkat seember penuh air dengan kaki satu terangkat. Sementara itu, Ica datang dengan murid yang nampaknya akan menjadi murid baru di kelas mereka dengan tatapan mengejek.


Ica : (tertawa puas) hahahaha, mampus tuh! Rasakno! Salah sendiri gapernah ngikutin aturan sekolah! (Berbalik arah dan melihat ke arah si newbie) ayo masuk.


Ica dan murid baru itupun masuk diikuti dengan tatapan Roy dan Miko yang terus mengikuti sampai masuk ke kelas


Roy : sopo yo murid baru itu?  


Miko : ra weruh. Biarkan aja. Nanti kita ajak bolos (tawa kecil yang penuh kelicikan)


Mereka bisa mendengar suara tepuk tangan dan beberapa sambutan kepada murid baru itu. Namun mereka belum tau, siapa dia? Setelah mereka berdiri hampir 2,5 jam, akhirnya mereka memutuskan untuk masuk ke kelas.  


Roy : ikulho arek e (sambil menunjuk ke arah “dia”)


Miko : kita samperin aja. Gasskeun!


Mereka pun datang ke tempat murid baru itu duduk yang dimana ia tengah membaca buku.


Miko : halo brow. What’s your name? (Mengulurkan tangan untuk bersalaman)


Roy : (cekikikan) sok-sokan enggres kowe iki.  


Kiwa : (senyum ke arah Miko) aku Kiwa (meraih tangan Miko)


Roy : aku Roy. Iki Miko (menaruh tangan diantara tangan mereka)


Ica yang melihat itu segera ke mereka, untuk mengkonfirmasi bahwa mereka berdua tidak mengajak aneh-aneh ke Kiwa.  


Ica : (berada di dekat Miko dan Roy) jangan macem-macem lho ya kalian. Kalian gamau kan buat Bu Alisya marah-marah lagi? (Melihat ke arah Kiwa) Jangan mau, Wa, kalo diajak mereka-mereka ini. Nakal mereka tuh.


Kiwa : (senyum ke mereka) makasih uwes ngilingno aku. Tapi, sebenarnya, aku pindah kesini karena dulu juga ada masalah di sekolah. Sama nakalnya seperti Miko dan Roy. Mungkin malah lebih parah.


Miko dan Roy : (secara bersamaan terkekeh)


Miko : keren dong kalo kamu lebih dari kita (tertawa)


Roy : iya, kita aja mentok cuman sampe bolos sama skip pelajaran, gak keren sama sekali.


Kiwa : (terkekeh kecil) aku dulu juga berpikir seperti itu, bahwasanya menjadi nakal di lingkungan sekolah atau menjadi jagoan akan merasa keren. Namun pemikiranku berubah setelah mendapatkan Surat Pernyataan Drop Out dari sekolah ku.  


Miko dan Roy: (raut wajah mereka berubah menjadi penasaran dan segelintir ketakutan) separah itu? (Kata mereka bersamaan)


Kiwa : (masih dengan semyumannya, namun menyimpan kenyataan pahit dibaliknya) iyap, dan itu membuatku semakin sadar, bahwasanya menjadi anak-anak seperti masalalu ku tak seindah dan seberhaga sekaran ini. Kini, aku bersumpah kepada diriku sendiri, bahwa dengan kejadian yang terjadi, aku tak akan mengulanginya lagi.  


Ica : (dengan nada datar namun jleb ke Roy dan Miko) tuh dengerin apa kata Kiwa. Dek e tobat setelah merasakan itu. Kamu mau juga di D.O dari sekolah? Udah diberi pengalaman tuh sama orangnya lansung. (Menyenggol mereka)


Bu Alisya : (membuka pintu setelah mendengar pernyataan dari mereka) benar sekali apa yang dikatakan Ica sama Kiwa. Miko, Roy, apa kamu mau sekolah D.O kamu berdua? Gak kasihan sama ortu kamu yang udah biayain dari kecil sampai sekarang? Namun kenyataannya kamu malah mau malas-malasan buat sekolah.  


Miko : (terdiam sejenak) e-enggak Bu ... Saya gak pengen di D.O dari sekolah. Saya masih pengen belajar. Masih pengen bisa nyari ilmu. Masih pengen bisa ngebahagian orang tua Bu  


Roy : (menjawab setelah Miko) iya Bu, kami masih pengen menuntut ilmu Bu. Kami juga tau kalo kami selalu buat masalah dan ngelanggar peraturan sekolah. Tapi Bu, maafkan kami.  

Miko : (tatapannya jatuh ke lantai) Nggeh, Bu, maafkan saya juga. Saya yang sering buat ibu marah-marah dan khutbah—maksud saya ceramah penuh motivasi Ibu  

Ica : (terkekeh geli mendengar kata-kata Miko yang terpeleset) nah gitu dong! (merangkul Miko dan Roy) Itu baru temen ku! Tobat semua! (Tertawa)


Kiwa : (tertawa juga) semoga selalu dalam jalan yang benar kalian berdua, jangan sampai kayak aku (menaruh kedua tangan Kiwa di pundak Miko dan Roy)

Dengan begitu, Miko dan Roy mulai kehidupan baru. Dimana mereka tampak lebih rajin dan semangat ketimbang saat masih dalam fase kegelapan. Sementara itu, Ica, Kiwa dan Bu Alisya terus mendukung dan melihat perkembangan mereka.


(Perlahan, lampu meredup dan musik menghilang, diikuti tirai yang tertutup)



1) Analisis Struktur Teks Drama

- Orientasi : dibuka dengan latar yang dimana berada di sekolah MA dengan waktu yang tengah berada di keadaan aktif sekolah dan Tokoh Utama (Roy dan Miko) mulai masuk ke konflik setelah terlambat  

- Komplikasi : Dimulai dengan Miko dan Roy yang membuat Bu Alisya jengkel karena terus-menerus melihat mereka terlambat  

- Resolusi : dengan adanya Kiwa sang murid baru, Roy dan Miko tersadar akan kelakuan mereka adalah hal sia-sia dan tak mendapatkan apa-apa.

- Koda : Dengan tersadar Roy dan Miko, mereka semua dapat melihat perkembangan teman mereka yang awalnya nakal menjadi rajin dan termotivasi.

2) Analisis Unsur Kebahasaan  

- Penggunaan dialog langsung : Dialog ditulis langsung antar tokoh. Contoh : “iya, kita aja mentok cuman sampe bolos sama skip pelajaran, gak keren sama sekali”

- Kalimat Imperatif dan Ekspresif : Menunjukkan emosi dan ketegangan. Contoh: “Cukup!” , “Hentikan!” , “Kalian berdua!”

- Petunjuk Lakuan (Stage Direction) : Digunakan untuk menandai aksi tokoh. Contoh: (membuka pintu setelah mendengar pernyataan dari mereka) , (menaruh kedua tangan Kiwa di pundak Miko dan Roy).

- Kosakata Emosional dan Relasional : contoh : “semoga selalu dalam jalan yang benar” , “kami masih pengen menuntut ilmu Bu”

- Bahasa sehari-hari : “gasskeun!” , “what’s your name”

- Deskripsi Singkat : pada akhirnya, keempat teman tersebut dengan wali nya dapat mendapatkan hasil yang terbaik bagi diri mereka sendiri.

3) Pesan Moral : Cerita ini mengajarkan bahwa persahabatan sejati tidak hanya tentang bersenang-senang bersama, tapi juga saling mengingatkan dan mendukung untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kesalahan di masa lalu bukanlah akhir dari segalanya, asalkan ada kesadaran dan kemauan untuk berubah. Perubahan positif dapat dimulai dari pengalaman pahit, dan lingkungan yang peduli—baik teman maupun guru—memiliki peran besar dalam membimbing seseorang ke arah yang lebih baik. Jangan pernah malu untuk memperbaiki diri, karena setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua.

4) Paragraf Reflektif : memberikan refleksi mendalam tentang pentingnya proses pendewasaan melalui kesalahan dan pengaruh lingkungan. Tokoh-tokoh seperti Miko dan Roy menunjukkan bahwa remaja sering kali terjebak dalam perilaku menyimpang bukan semata karena niat buruk, tetapi karena kurangnya kesadaran dan arahan. Namun, kehadiran sosok seperti Kiwa yang pernah mengalami konsekuensi nyata dari kenakalan, serta Ica dan Bu Alisya yang terus peduli, menjadi titik balik yang memantik perubahan. Ini menunjukkan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk berubah, asalkan diberi ruang untuk belajar dari kesalahan dan mendapat dukungan moral yang tepat. Cerita ini mengajak kita untuk tidak cepat menghakimi, tapi berani menyadari kekeliruan dan memilih jalan yang lebih baik.

Rabu, 23 April 2025

PUISI-MULYA WIJAYA

Masa Kecil


Masa kecil seperti penjaga malam yang setia


Ia yang membuka dan menutup pintu


Setiap kau masuk dan keluar kamar mandi


Sementara kau sibuk mandi, ia duduk manis


di sudut sepi, membaca cerita bergambar


Sambil ketawa-ketiwa sendiri


Jangan suka lihat orang mandi, nanti sakit mata


Ia langsung menutup wajahnya


Dengan buku, seakan geli atau malu


Melihat tokoh komiknya yang tidak lucu

Minggu, 20 April 2025

DIALOG-KELOMPOK 6

 kelompok 6 :

1.Fitri Wiranti

2.Shabrina Muhibbatul Lubabah

3.Armanda Malikiano Pasha.

4.M.Hanif Hibatullah.

5.Zaidan Yoga




Judul: "Pelangi di Sekolah Kita"

Tema: Persahabatan, Perbedaan, dan Kebersamaan

Setting: Sekolah – ruang kelas, taman, dan kantin


Tokoh:

Kiano – anak yang suka seni dan melukis, kalem dan penyabar.


Hanif – suka olahraga, aktif dan kompetitif.


Zaidan – si jenius matematika, agak serius tapi sangat peduli.


Sabrina – suka menulis dan membaca, puitis dan bijak.


Fitri – suka alam, bela diri, dan bijak dalam menyatukan teman-temannya.


Adegan 1 – Ruang Kelas

(Semua duduk santai setelah pelajaran selesai)


Kiano:

(tersenyum sambil menggambar)

Lihat deh, aku coba gambar kita berlima waktu piknik minggu lalu.


Hanif:

(geleng kepala sambil tertawa)

Kamu bisa aja, Yan. Tapi kenapa aku digambar pakai topi pink?


Kiano:

(bercanda)

Biar lucu, biar kamu sadar pentingnya gaya juga!


Zaidan:

(serius)

Kalau aku, digambarin sambil pegang kalkulator aja, ya?


Sabrina:

Tapi lucu kok, itu kan versi kamu semua dari sudut pandang Kiano.


Fitri:

(duduk di tengah mereka)

Justru itu yang seru dari kita. Berbeda, tapi tetap satu.


Adegan 2 – Taman Sekolah

(Hanif terlihat kesal, duduk sendirian. Zaidan mendekat.)


Zaidan:

Hei Hanif, kamu kenapa?


Hanif:

(agak kesal)

Aku capek. Kita latihan futsal buat lomba, tapi nggak ada yang bantu. Kiano sibuk gambar, Sabrina baca buku, Fitri latihan silat.


Zaidan:

Aku ngerti. Tapi coba lihat dari sisi mereka juga. Mereka juga punya passion masing-masing.


(Fitri dan Sabrina datang)


Sabrina:

Aku denger kamu kesel, Hanif. Maaf ya kalau kami terlihat nggak peduli.


Fitri:

Besok kita temenin latihan, ya. Tapi kamu juga jangan lupa, kita semua teman. Saling dukung, saling ngerti.


Hanif:

(tersenyum kecil)

Iya… kalian bener. Maaf juga aku egois.


Adegan 3 – Kantin Sekolah

(Semua berkumpul dan tertawa bersama)


Kiano:

Kita kayak pelangi, ya.


Sabrina:

(penasaran)

Pelangi?


Kiano:

Iya. Warna-warni, beda semua. Tapi kalau bareng, jadi indah.


Zaidan:

Setuju. Mungkin karena itu juga kita bisa kuat bareng.


Fitri:

Yang penting, apapun yang terjadi, kita jangan lupa… kita sahabat.


Semua:

Setujuuuu!


(Mereka semua tertawa dan saling tos)


Penutup (Narasi Sabrina)

Sabrina (voice over):

“Persahabatan bukan tentang selalu setuju, tapi tentang saling memahami. Di sekolah ini, kami bukan hanya belajar pelajaran, tapi juga belajar menjadi manusia yang lebih baik—bersama.”


(Lampu perlahan redup, musik lembut mengalun)



Selasa, 15 April 2025

PUISI-EMA RAKHMADHANI


Antara Takhta dan Hati


Di istana megah berselimut sutra,  

Hiduplah putri dalam cahaya,  

Namun dalam sorot matanya yang teduh,  

Tersimpan gelisah, sunyi yang penuh.


Takhta memanggil, suara darah memuncak,  

Janji leluhur tak bisa ditolak,  

Tapi hatinya, lembut berbisik,  

Ada cinta yang tak bisa terusik.


Ia menapaki lorong penuh pilihan,  

Antara tugas dan pengorbanan,  

Antara mahkota yang dingin bersinar,  

Dan senyuman yang hangat, jujur dan sabar.


Malam-malam ia menulis harap,  

Pada bintang yang diam di balik awan gelap,  

Bukan karena ia lemah tak berdaya,  

Tapi karena cinta adalah kuasa sejatinya.


Perjuangan sang putri tak terlihat pedang,  

Namun jiwanya berani menantang,  

Demi takhta, ia rela bertahan,  

Demi hati, ia rela kehilangan.

PUISI-M.FILBERT

Hening di rumah kosong


 Di malam yang sunyi, langit bermandikan cahaya rembulan,

Aku pulang ke rumah yang sunyi, tanpa sapaan hangat,

Langkahku menggetar di lorong yang sepi, tanpa bayangan yang menyambut,

Hanya sunyi yang menemani langkah-langkahku yang berat.


Di ambang pintu, hening menyambutku,

Tak ada senyuman yang mengusik keheningan,

Ruang kosong dipenuhi oleh kehampaan,

Hanya bisikan angin yang menyapa kesendirianku.

PTS-M.SALMAN

 


PUISI-M.JAUHAR AL ZAM ZAMI

 Di Balik Senja


Senja datang dengan pelukan hangat,

Menyapa lembut hati yang lelah.

Langit merah, membelai rindu,

Di antara awan yang perlahan merunduk.


Denting waktu berbisik pelan,

Menghitung detik yang tak pernah kembali.

Namun, di setiap langkah yang terlewati,

Ada jejak yang abadi, tak terhapus.


Kita adalah bayangan yang saling menari,

Bertemu dalam sunyi, mengukir cerita.

Walau malam datang mengusik,

Cahaya cinta tetap menyinari.

PUISI-M.RAJIF

 Puisi: Rumah di Pinggir Desa


Pagi tenang, jalan berdebu,

Aku dan ibu melangkah satu-satu.

Menuju rumah nenek tercinta,

Di ujung desa, penuh cerita.


Peluk hangat, senyum ramah,

Teh manis, kue lapis di meja rumah.

Tawa dan kisah masa kecilku,

Hidup kembali di matanya yang syahdu.


“Jangan lupa kembali, nak,”

Pesan lembut yang terus kuingat.

Kami pulang dengan hati penuh,

Membawa cinta yang tak pernah luruh.

PUISI-AULIA TISYA

 senja di Tepi Laut

Di desa kecil tepi laut yang damai

Rehan terjaga saat fajar yang menyapa

Membasuh wajah dengan air sumur

Menyusun harapan dalam kesederhanaan yang luhur


Ayah di perahu, tangan terampil menata jala

Laut yang tak selalu memberi

Namun mengajarkan kesabaran dan syukur

Mereka berlayar, meninggalkan jejak di laut biru


Senja pun datang, hari kerja keras hari itu

Kembali ke rumah dengan senyum, meski lelah

Ibu menyambut, teh hangat di tangan

Mereka makan bersama, dalam hening yang mendalam


Malam tiba, cahaya kemasan menyapa

Rehan termenung, merenung tentang hidup yang sederhana.P

PUISI-ARMANDA KIANO

 "Di Lapangan Voli"


Di hamparan tanah dan garis putih,

Langkah-langkah penuh semangat meniti,

Bola melambung tinggi ke langit,

Ditangkap hasrat, dipukul tekad yang murni.


Satu servis, memecah sunyi,

Terbang cepat menantang nyali,

Blok dan smash bersahutan berani,

Dalam sorak, semangat tak pernah mati.


Enam hati dalam satu irama,

Bergerak padu bagai satu jiwa,

Jatuh, bangkit, tak kenal lelah,

Mengejar poin dalam tiap helah.


Voli bukan sekadar permainan,

Ia cerita tentang perjuangan,

Tentang kerja sama dan kepercayaan,

Dan gairah yang tak pernah padam..

PUISI-M.NACTARAFFA

 Di desa Morthaven yang sunyi,

di tepi Danau Solstice yang kelam,

Ewan Fletcher berjalan sendiri,

menembus kabut yang perlahan datang.


Malam itu, angin membawa aroma asing,

bau anyir bercampur lumpur yang pekat.

Tali pancingnya menegang tiba-tiba,

mengangkat kotak kayu tua yang berat.


Di dalamnya, jam saku berdetak pelan,

terukir nama "Miriam" di belakangnya.

Jantung Ewan berdetak kencang,

mengingat cinta yang telah tiada.


Suara lembut memanggil dari kabut,

"Ewan... Ewan..." terdengar sayup.

Bayangan mendekat, wajah yang dikenalnya,

Miriam, dengan mata kosong yang redup.


"Engkau tahu apa yang terjadi padaku,"

suara itu berbisik penuh luka.

Ewan menatap ke dalam danau,

melihat kerangka dengan cincin yang sama.


Air mata mengalir di pipinya,

penyesalan menghantui hatinya.

Tangan dingin menariknya ke dalam,

menyelimuti dalam pelukan dosa.


Pagi menjelang, Ewan tak ditemukan,

hanya peralatan pancing di dermaga.

Namun, penduduk desa sering mendengar,

dua suara memanggil dari kabut yang sama.

Senin, 14 April 2025

ASESMEN HARIAN-M.SALMAN


 

PUISI-M.SALMAN

 Puisi: Suara dari Lantai Dua


Di sudut desa yang bisu dan tua,

Berdirilah rumah, sunyi tak bersuara.

Lantainya berdebu, jendelanya luka,

Namun malam menyimpan cerita yang tak sirna.


Langkah-langkah berat menari di atas,

Mengusik gelap, menggema lepas.

Tak ada yang tinggal, tak ada yang datang,

Namun suara itu, terus berdendang.


Hidayat datang, muda dan berani,

Tak gentar pada kisah yang dikisahkan pagi.

Ia masuk, di bawah cahaya rembulan,

Menggenggam nyali dalam kesunyian.


Tangga-tangga tua berderit lirih,

Menjamu tamu dalam lorong sedih.

Lampu menyala, bayangan berdiri,

Wanita memunggungi, diam menanti.


"Siapa kau?" suara gemetar mengalir,

Namun hanya sunyi yang terus berdesir.

Bayangan itu lenyap, kabur tak jelas,

Meninggalkan dingin yang menggenggam lemas.


Bisik pun datang, menyebut namanya,

Lembut merayap seperti dalam mimpinya.

Hidayat lari, hati menjerit,

Namun rumah itu, tak pernah benar-benar pamit.


Dari lantai dua, suara masih mengalun,

Langkah dan bisik yang tak pernah

PUISI-M.ANDI ZAKI

 Jalur Angin


Langkah penuh semangat menapaki bumi,

Desa wisata menyambut sunyi.

Udara sejuk, burung bernyanyi,

Jalur pendakian tampak berseri.


Pesan terucap, “Jangan sampai terpisah,”

Namun rasa penasaran terlalu megah.

Jalur kecil tampak seperti pintasan,

Langkah pun berbelok tanpa pertimbangan.


Pepohonan menutup pandangan,

Suara hilang, jalan tak berkenalan.

Sunyi merayap, panik perlahan,

Tersesat di rimba, tanpa pegangan.


Langkah dituntun akal yang tenang,

Ranting jadi penanda sepanjang jalan.

Air dijaga, napas ditahan,

Harapan tumbuh di tengah tekanan.


Sungai kecil jadi titik harapan,

Alirannya sejuk, jadi pegangan.

Teriakan menggema dari kejauhan,

Balasan lantang penuh kelegaan.


Cahaya datang membawa terang,

Wajah-wajah lega menatap tenang.

Janji terucap dalam diam,

Tak akan mengulang kesalahan yang kelam.


Dari pengalaman yang menegangkan,

Tertanam pelajaran tentang kebersamaan.

Bahwa keselamatan bukan tentang keberanian,

Tapi tentang mendengar dan pertimbangan.




Unsur Intrinsik


1. Tema:


Tentang pengalaman tersesat saat mendaki dan gimana cara belajar dari kesalahan.


Tentang rasa penasaran yang bisa berbahaya kalau nggak hati-hati.


Tentang pentingnya mendengarkan nasihat dan menjaga kebersamaan sama teman.



2. Diksi (Pilihan Kata):


Kata-katanya sederhana dan mudah dimengerti.


Banyak kata yang bikin pembaca bisa ngerasain suasana, misalnya:

“jalan menyempit,” “panik melanda,” “sungai kecil jadi pelita,” “wajah lega.”


Kata-katanya menggambarkan perubahan suasana hati: dari semangat → takut → lega.



3. Rima:


Puisinya nggak pakai rima yang teratur (rima bebas).


Bunyinya ngalir aja, kayak cerita yang disampaikan dari hati.


Fokusnya lebih ke isi dan perasaan, bukan ke kesamaan bunyi di akhir baris.



4. Gaya Bahasa:


Menggunakan banyak majas atau gaya bahasa, contohnya:


Personifikasi: “sunyi merayap,” “sungai kecil jadi pelita” (benda mati kayak punya sifat manusia).


Metafora: “petualangan dalam dongeng” (buat nunjukin keindahan awal perjalanan).



Gaya bahasanya bikin pembaca bisa membayangkan dan ikut ngerasain suasana di dalam puisi.



5. Amanat:


Jangan gampang tergoda buat jalan sendiri, apalagi di tempat asing.


Dengerin nasihat dari orang lain itu penting, terutama soal keselamatan.


Setiap pengalaman, termasuk yang menakutkan, bisa jadi pelajaran berharga.


Kebersamaan itu penting banget, apalagi saat lagi dalam masalah.




---


Unsur Ekstrinsik


1. Latar Sosial:


Cerita puisi ini bisa kejadian sama siapa aja, terutama anak muda yang suka jalan-jalan atau mendaki.


Nunjukin pentingnya kerja sama dan saling menjaga waktu lagi bareng-bareng di alam.


Menyampaikan bahwa rasa penasaran dan egois bisa membahayakan, bukan cuma diri sendiri tapi juga orang lain.



2. Latar Emosional:


Puisinya penuh sama emosi: dari semangat di awal, jadi takut dan panik pas tersesat, sampai lega dan bersyukur pas ketemu teman lagi.


Emosinya berubah-ubah sesuai alur cerita, dan pembaca bisa ngerasain semua perasaan itu.


Nunjukin bahwa dari kejadian yang bikin takut, bisa muncul rasa syukur dan pelajaran hidup.



3. Nilai-nilai yang Terkandung:


Nilai tanggung jawab: jangan gegabah dan pikirin dampak dari keputusan kita.


Nilai persahabatan: temen itu penting banget, apalagi saat kita lagi susah.


Nilai keberanian dan ketenangan: meskipun takut, tetap harus berusaha dan nggak panik.


Nilai belajar dari pengalaman: kejadian buruk bisa jadi pelajaran supaya lebih hati-hati ke depannya.

PUISI-A.SETIAWAN

 

"Panggilan Subuh"


Fajar merekah di ufuk timur,

mengusir malam, menghapus tidur.

Adzan berkumandang syahdu merdu,

membangunkan jiwa yang masih ragu.


Langkah berat menuju masjid kecil,

udara pagi menusuk dingin.

Dingin air wudhu menyapa raga,

membasuh lelah, membangkitkan asa.


Dalam sujud ada ketenangan,

dalam doa ada harapan.

Ayat suci mengalun lembut,

menyentuh hati, menenangkan kalbu.


Hari demi hari berlalu perlahan,

hafalan tumbuh dalam keheningan.

Persahabatan dalam kesederhanaan,

mengajarkan arti ketulusan dan keikhlasan.


Di bawah langit penuh bintang,

renungan hadir dalam diam.

Pesan lama kini tergambar,

hidup ini lebih dari sekadar belajar.


Azan kembali memanggil pulang,

mengajak hati melangkah tenang.

Dalam langkah ada keyakinan,

menjemput ridha, meraih keberkahan.

PUISI-AHMAD MAALIMIL

 "Roh Gunung"


Di dada bumi, ia berdiri,

penuh wibawa, sunyi tak mati.

Awan bersujud di kakinya,

langit memuja tinggi warnanya.


Suara hutan, desir yang lirih,

menyapa lereng dalam alih.

Gunung tak berkata, namun mengajar,

tentang sabar, tentang tegar.


Konon, di puncaknya ada doa,

yang melayang tanpa suara.

Disampaikan angin pada semesta,

dari jiwa-jiwa yang percaya.

PUISI-M.HAFID MAULANA

 "Bos Muda"


Langkahmu cepat, mata tajam menatap,

Penuh visi dalam tiap kata yang kau ucap.

Bukan hanya jabatan yang kau bawa,

Tapi semangat zaman yang menyala-nyala.


Tak bertongkat tua kebiasaan lama,

Kau hadir dengan ide dan rencana.

Ruang kerja bukan lagi sekadar meja,

Tapi panggung tempat mimpi bekerja.


Bersuara lantang, tapi tahu mendengar,

Kau pimpin bukan hanya untuk mengejar.

Tanganmu terbuka, pikiranmu luas,

Meski muda, auramu begitu tegas.


Jalanmu mungkin belum panjang terbentang,

Namun tiap langkah membawa terang.

Bos muda, teruslah berlari,

Bawalah perubahan ini sampai abadi.

PUISI-M HAFIZH AKBAR

 "Jejak Perjuangan"


Tak selalu terang jalan yang kupijak,

Kadang gelap, kadang penuh retak.

Namun langkah ini tak akan mundur,

Meski luka sering datang bertutur.


Perjuangan bukan tentang siapa yang menang,

Tapi tentang siapa yang terus berjuang.

Meski peluh jadi teman sejati,

Dan sunyi menggema setiap pagi.


Aku berjalan di atas bara,

Tapi hatiku tetap menyala.

Karena keyakinan adalah pelita,

Yang tak padam meski diterpa derita.


Tak butuh sorak, tak perlu pujian,

Cukup tahu bahwa ini perjuangan.

Untuk mimpi yang belum tergenggam,

Untuk harapan yang terus menyala dalam diam.

PUISI-PUTRI ELISA

 Ibu, di ujung senja yang sepi

Aku duduk di sampingmu, menatap langit yang merah

Senyummu, cahaya di hari-hariku

Membuatku merasa tenang, meskipun hidupku penuh tantangan


Dengan tangan cekatan, kau jaga aku

Membesarkanku, dengan cinta yang tak terbatas

Kau ajarkan aku, bagaimana merawat hidup

Dengan penuh cinta, dan harapan yang tak pernah padam


Kau adalah kekuatan, yang mengiringi setiap langkahku

Sumber inspirasi, yang tak pernah habis

Dalam pelukanmu, aku merasa tenang

Cinta ibu, tak akan pernah hilang


Aku akan selalu membawa, setiap ajaran dan cinta yang kau beri

Mengiringi setiap langkahku, dengan kasih sayang yang tak terhingga

Ibu, aku akan selalu mengingatmu

Dan menghargai cinta dan pengorbananmu, yang tak terbatas.

Minggu, 13 April 2025

PUISI-ROYKHAN TRI

 

Gunung dan Lautan


Gunung berdiri, tinggi dan tenang,
menyimpan rahasia dalam kabut terang.
Lautan terbentang, luas membiru,
mengalun kisah dalam gelombang rindu.

Gunung berkata dengan diamnya,
lautan menjawab dengan nyanyinya.
Mereka tak pernah bersentuh rupa,
tapi saling mengagumi dari jauh sana.

Gunung dan lautan, dua jiwa berbeda,
disatukan langit dalam cakrawala.
Seperti hati yang tak pernah bersua,
namun saling cinta dalam diam saja.

PUISI-M DANIAL ILYASA

 di pagi yang sunyi alarm berbunyi

rutinitas menanti, tak bisa lari

sekolah, tugas, beban di hati

namun impian tetap berseri


dirumah kecil penuh kasih

ibu dan Ayah tanpa letih

berjuang demi masa depan yang jernih 

meski hidup tidak gurih


aku ingin melangkah jauh

menembus batas, meraih yang diatas.

walau ragu sering menyentuh

hatiku tetap kuat tidak jatuh


dengan doa dan usaha nyata

aku tak akan menyerah begitu saja

mimpi besar di genggamanku

kan kuperjuangkan sepenuh hidupku

meskipun saya harus kembali ke yang maha satu!

PUISI-NILNA CAMELIA

 Langkah Kecil


Di jalan setapak kita berdua,

berbagi mimpi, tawa, dan asa.

Kau pergi jauh, aku menunggu,

rindu tumbuh di balik waktu.


Kini kau pulang dengan senyuman,

di taman lama kita bersandingan.

Langkah kecil di masa lalu,

membawa hatiku kembali padamu.

REMIDI-AULIA TISYA


 

ULANGAN HARIAN-AZZURA NARIDA


PUISI-AISYAH ADIBAH

 *SAHABAT SEJATI*

Kau ada disini

Membawa cahaya ditengah kegelapan

Kau mendengar,kau memahami

Dan kau selalu ada untukku


Dalam suka dan duka,kau selalu setia

Membagi cerita,membagi tawa

Kau adalah sahabat yang tak tergantikan

Dan kau selalu ada disetiap keadaan 



PUISI-AZZURA NARIDA

 Kota yang Hilang


Di ujung senja yang redup merunduk,

Ayub pulang, membawa rindu yang belum usai,

Menatap kota kecil dalam peluk dukacita,

Diguncang bumi, diiris waktu.


Atap rumah tak lagi berdiri tegak,

Namun suara tawa masa kecil masih bergema,

Dari reruntuhan, kenangan tumbuh,

Mengakar di hati, tak bisa luluh.


Ia temukan sahabat yang tetap setia,

Meski zaman telah mengganti wajahnya,

Bersama mereka, ia menambal luka bumi,

Dengan harapan dan nyali yang abadi.


Bukan sekadar bangunan yang hendak diselamatkan,

Tapi jiwa kota, jiwa mereka,

Yang hidup dalam canda, air mata, dan doa,

Tak akan hilang, selama cinta ada.


Di tengah retak tanah dan langit mendung,

Mereka berdiri, bukan hanya melawan bencana,

Tapi menantang lupa,

Agar dunia tahu—kota ini, masih bernyawa.

KARYA ILMIAH - AHMAD SETIAWAN

 Sisi Lain Media Sosial: Antara Manfaat dan Dampak Negatif bagi Masyarakat Modern Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keh...