Puisi: Suara dari Lantai Dua
Di sudut desa yang bisu dan tua,
Berdirilah rumah, sunyi tak bersuara.
Lantainya berdebu, jendelanya luka,
Namun malam menyimpan cerita yang tak sirna.
Langkah-langkah berat menari di atas,
Mengusik gelap, menggema lepas.
Tak ada yang tinggal, tak ada yang datang,
Namun suara itu, terus berdendang.
Hidayat datang, muda dan berani,
Tak gentar pada kisah yang dikisahkan pagi.
Ia masuk, di bawah cahaya rembulan,
Menggenggam nyali dalam kesunyian.
Tangga-tangga tua berderit lirih,
Menjamu tamu dalam lorong sedih.
Lampu menyala, bayangan berdiri,
Wanita memunggungi, diam menanti.
"Siapa kau?" suara gemetar mengalir,
Namun hanya sunyi yang terus berdesir.
Bayangan itu lenyap, kabur tak jelas,
Meninggalkan dingin yang menggenggam lemas.
Bisik pun datang, menyebut namanya,
Lembut merayap seperti dalam mimpinya.
Hidayat lari, hati menjerit,
Namun rumah itu, tak pernah benar-benar pamit.
Dari lantai dua, suara masih mengalun,
Langkah dan bisik yang tak pernah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar