Di Balik Pintu Tua
Di kaki bukit sunyi bersemi,
Rumah tua berdiri sepi.
Pintu kusam, jendela berdebu,
Menanti sentuhan, kisah membisu.
Nenek tak tampak, legenda berbisik,
Penyihirkah ia? Atau hantu yang terisak?
Desa bergidik, cerita berputar,
Tentang rumah kosong yang menyimpan gemetar.
Senja merayap, lembayung membias,
Rina termenung di bawah jambu yang lebat.
Rumah tua memanggil, antara takut dan ingin,
"Apa tersembunyi di balik dinding dingin?"
Langkah mendekat, senyum hangat menyapa,
Kak Tuti hadir, kerutan bijaksana.
"Apa yang kau pikirkan, Nak, di senja kala?"
"Rumah itu, Kak," Rina berbisik lirih.
"Angker katanya, cerita menyeramkan,"
Kak Tuti tertawa, kenangan bersemi perlahan.
"Kisah lama tersimpan, tak banyak yang tahu,"
Nenek Sumi di sana, bukan penyihir palsu.
Wanita berhati lembut, namun sendiri menanti,
Anak tercinta hilang dalam sunyi.
Setiap hari menatap jalanan sepi,
Penantian panjang, hati yang terimpi.
"Jadi, bukan hantu?" Rina bertanya pelan,
"Hanya kesepian yang melingkupi kelam.
Bayangan duka menyelimuti pandang,
Namun kasihnya dulu, pada sesama terbentang."
Nenek Sumi pergi, rumah kini kosong,
Namun jejak kebaikan tak pernah bohong.
Anaknya hilang, mungkin masih mencari,
Di sudut dunia, rindu tak terperi.
Rina terdiam, cerita meresap dalam jiwa,
Bukan lagi takut, kini rasa ingin tahu membara.
"Adakah yang mencari jejak sang putra?"
Kak Tuti mengangguk, "Usaha ada, namun sirna."
Penantian ibunda terlalu lama membentang,
Hingga pencarian pun ikut menghilang.
Namun siapa tahu, suatu hari nanti,
Petunjuk kan muncul, mengakhiri sepi.
Rina berdiri, menatap pintu yang renta,
Bukan gentar lagi, rasa ingin tahu membara.
"Ku kan mencari tahu," bisiknya dalam hati,
Di balik pintu tua, jawaban menanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar