"Suara Dari Lantai Dua"
Di sebuah desa yang terletak jauh dari keramaian kota, terdapat sebuah rumah tua yang sudah lama kosong. Rumah itu milik seorang wanita bernama Ibu Sulastri, yang beberapa tahun lalu meninggal dunia tanpa memiliki anak atau kerabat dekat. Rumah itu dikenal dengan cerita-cerita aneh yang sering terdengar di kalangan warga desa. Mereka bilang, malam-malam tertentu, suara langkah kaki terdengar dari lantai dua, padahal tidak ada seorang pun yang tinggal di sana.
Hidayat, seorang pemuda yang baru saja pindah ke desa itu untuk bekerja sebagai guru di sekolah dasar setempat, tidak begitu mempercayai cerita-cerita horor yang beredar. Meski teman-temannya sering mengingatkannya untuk menjauhi rumah tersebut, Hidayat merasa penasaran. Suatu malam, setelah makan malam, dia memutuskan untuk berjalan-jalan melewati rumah itu.
Malam itu terasa begitu sunyi, angin berbisik pelan melalui celah-celah pepohonan yang mengelilingi rumah tua itu. Ketika Hidayat mendekat, dia melihat rumah itu tampak sepi, hanya diterangi cahaya rembulan yang samar. Tanpa rasa takut, dia melangkah lebih dekat lagi.
Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah kaki di lantai dua. Langkah yang berat, seakan seseorang sedang berjalan perlahan. Hidayat tertegun. Dia mencoba menenangkan dirinya, berpikir mungkin itu hanya suara angin atau suara hewan. Tetapi, langkah itu semakin jelas, semakin terdengar dekat.
Dengan rasa penasaran yang semakin membesar, Hidayat memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Pintu depan yang sudah lama terkunci kini terbuka tanpa suara. Dia melangkah pelan ke dalam rumah, yang terkesan semakin gelap dan sepi. Suara langkah itu semakin terdengar jelas, bergema di seluruh rumah.
Hidayat menuju tangga yang mengarah ke lantai dua. Langkah kakinya yang pelan menambah ketegangan, membuatnya semakin merasa ada yang tidak beres. Setiap langkahnya seperti disertai dengan suara derit kayu tua yang memekakkan telinga. Begitu sampai di atas, dia berhenti sejenak.
Tiba-tiba, lampu di lantai dua menyala dengan sendirinya, menerangi ruang tamu yang kosong. Di ujung ruangan, dia melihat bayangan samar seorang wanita berdiri memunggungi.
"Siapa itu?" Hidayat berteriak dengan suara bergetar, meskipun tidak ada jawaban.
Wanita itu tidak bergerak. Hidayat mendekat, dan saat langkahnya semakin dekat, dia terkejut melihat bahwa wanita itu hanya sebuah bayangan yang mulai menghilang, seolah menyatu dengan udara di sekitarnya.
Suara langkah kaki yang sebelumnya terdengar tiba-tiba berhenti. Namun, ada satu suara lagi yang kini menggema di seluruh rumah—suara bisikan lembut dari lantai dua, seperti seseorang yang sedang memanggil namanya.
"Hidayat..."
Hidayat merinding. Suara itu begitu familiar, seperti suara yang sering ia dengar dalam mimpinya. Tanpa berpikir panjang, dia berbalik dan berlari keluar dari rumah itu.
Setibanya di luar, nafasnya terengah-engah. Namun, di kejauhan, dia melihat sebuah cahaya redup yang muncul dari jendela lantai dua rumah itu, seolah ada yang sedang menunggu.
Akhirnya, Hidayat memutuskan untuk pergi jauh dari rumah itu, bertekad tidak akan kembali lagi. Namun, setiap malam, suara langkah kaki itu selalu kembali menghantuinya, mengingatkan bahwa ada sesuatu yang belum selesai di rumah tua itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar