Di sebuah desa yang tenang, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Adi. Sejak kecil, Adi dikenal sebagai anak yang sangat penurut dan berbudi luhur. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu. Ayahnya, Pak Seno, adalah seorang petani yang rajin bekerja di ladang, sementara ibunya, Bu Siti, adalah seorang ibu rumah tangga yang selalu penuh kasih sayang kepada Adi.
Setiap pagi, Adi selalu bangun lebih awal dari orang tuanya. Ia menyapu halaman rumah dan menyiapkan sarapan untuk keluarga. Bu Siti sering kali tersenyum bangga melihat kebiasaan anaknya itu. "Adi, kamu tak perlu repot-repot, biar ibu saja yang mengurus," kata Bu Siti dengan lembut.
Namun, Adi selalu menjawab dengan senyuman, "Ibu, biarkan aku membantu. Aku ingin membuatmu senang."
Hari-hari Adi penuh dengan rutinitas sederhana, tetapi ia selalu melakukan semuanya dengan penuh keikhlasan. Saat ayahnya pergi ke ladang, Adi sering membantunya mencangkul tanah atau membawa peralatan pertanian. Meskipun ia masih muda, tubuhnya yang kecil tak menghalangi semangatnya untuk bekerja keras. Ia tahu betul betapa beratnya pekerjaan ayahnya, dan karena itu, ia ingin meringankan beban orang tuanya.
Pernah suatu hari, setelah pulang sekolah, Adi melihat ayahnya tampak lelah dan lesu setelah seharian bekerja di ladang. Tanpa ragu, Adi mengambil alih pekerjaan ayahnya yang tersisa. Ia mencabut rumput di kebun, menggali tanah yang keras, dan membersihkan saluran air. Walaupun tangannya lecet-lecet, Adi tetap tersenyum, berpikir bahwa dengan begitu, ayahnya bisa sedikit lebih istirahat.
Pada malam hari, sebelum tidur, Adi selalu menghampiri orang tuanya yang sedang duduk di depan rumah. Ia duduk di dekat mereka dan berbicara dengan penuh rasa hormat. "Ayah, Ibu, aku akan selalu berusaha membantu kalian, agar kalian tak merasa kesepian atau kelelahan," ucap Adi dengan suara lembut.
Pak Seno dan Bu Siti terharu mendengar kata-kata anak mereka. Mereka tahu bahwa meskipun Adi masih muda, hatinya penuh dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada mereka. "Kami bangga memiliki anak sepertimu, Adi," kata Pak Seno sambil memeluknya.
Adi tidak mencari pujian atau penghargaan atas perbuatannya. Baginya, kebahagiaan orang tuanya adalah yang terpenting. Setiap kali melihat senyum ibunya atau mendengar ucapan terima kasih dari ayahnya, hati Adi terasa hangat.
Suatu hari, ketika Adi telah tumbuh menjadi remaja, Pak Seno jatuh sakit. Adi, yang telah belajar banyak dari orang tuanya, tak ragu untuk merawat ayahnya dengan sepenuh hati. Ia mengantarkan makanan, memberinya obat, dan selalu berada di samping ayahnya sepanjang hari. Meskipun keadaan sulit, Adi tetap sabar dan berusaha memberikan yang terbaik.
Ketika ayahnya sembuh, Pak Seno memandang Adi dengan penuh rasa terima kasih. "Adi, kau adalah anak yang luar biasa. Kau selalu berbakti kepada kami, bahkan ketika kami tidak meminta. Terima kasih telah membuat hidup kami lebih berarti."
Adi hanya tersenyum, "Ini semua karena cinta dan rasa hormatku kepada kalian, Ayah, Ibu."
Dan sejak saat itu, Pak Seno dan Bu Siti semakin menyadari betapa beruntungnya mereka memiliki anak yang begitu penuh kasih dan berbakti, yang tak hanya membantu mereka secara fisik, tetapi juga memberi mereka kebahagiaan yang tiada tara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar