Malam di Rumah Tua
Aku selalu penasaran dengan cerita-cerita horor yang beredar di sekitar kampung. Salah satu yang paling terkenal adalah tentang rumah tua yang terletak di ujung jalan desa. Rumah itu sudah lama terbengkalai, dikelilingi oleh pagar kayu yang hampir rubuh, dan sering dijadikan bahan gosip oleh orang-orang sekitar. Mereka bilang, rumah itu angker, dihuni oleh roh-roh penasaran yang tak pernah tenang. Meski tak percaya sepenuhnya, rasa penasaran terus mengusikku.
Suatu malam, aku dan dua temanku, nayna dan aulia, memutuskan untuk mengunjungi rumah tersebut. Kami sudah merencanakan hal ini selama beberapa minggu, mencari waktu yang tepat. Malam itu, bulan tak terlihat karena tertutup awan tebal, menambah kesan mencekam pada rencana kami.
Kami berjalan kaki menuju rumah tua itu. Ketika kami tiba di depan pagar yang hampir roboh, suara angin malam terdengar seperti bisikan. nayna dan aulia mulai merasa ragu, tetapi aku yang paling berani, memimpin langkah pertama. Kami memanjat pagar dengan hati-hati, dan begitu kami sampai di halaman rumah, keheningan yang dalam menyelimuti sekitar. Tidak ada suara kecuali derit pintu yang terbuka pelan-pelan saat kami dorong.
Rumah itu tampak lebih menakutkan dari yang kami bayangkan. Jendela-jendela yang pecah, atap yang hampir runtuh, dan cat dinding yang sudah pudar membuatnya terlihat seperti rumah yang sudah lama ditinggalkan. Namun, ada sesuatu yang aneh, seperti sebuah aura tak terlihat yang membuat bulu kudukku berdiri.
Kami masuk ke dalam. Suasana di dalam lebih gelap dari luar, dengan hanya sedikit cahaya dari lampu senter yang kami bawa. Dinding-dindingnya penuh dengan noda-noda hitam, dan udara terasa berat, seolah-olah ruangan itu menyimpan rahasia kelam. Kami melangkah lebih dalam, berhati-hati agar tidak terjatuh karena lantai kayu yang rapuh.
Tiba-tiba, kami mendengar suara seperti langkah kaki dari lantai atas. Suara itu pelan namun jelas, seakan-akan ada seseorang yang sedang berjalan di atas sana. nayna menatapku dengan mata lebar. "Apakah kamu dengar itu?" bisiknya. Aku mengangguk pelan, meskipun hatiku berdebar.
Kami memutuskan untuk naik ke lantai atas. Setiap langkah kami terasa berat, dan semakin dekat kami dengan tangga, semakin terasa ada sesuatu yang mengintai. Sesampainya di atas, suara langkah itu berhenti, tetapi suasana semakin mencekam. Kami berkeliling mencari asal suara itu, tetapi tidak menemukan apa-apa selain debu dan kegelapan.
Tiba-tiba, aulia berhenti dan menunjuk ke sebuah pintu yang sedikit terbuka. "Di sana," katanya dengan suara bergetar. Kami mendekat, dan begitu pintu itu terbuka lebih lebar, kami melihat sesuatu yang tidak dapat dijelaskan.
Di dalam ruangan itu, ada sebuah kursi goyang yang bergerak pelan, meskipun tidak ada angin. Di samping kursi, sebuah meja kayu dengan cangkir porselen yang tampak sudah sangat tua tergeletak. Pada saat yang sama, kami mendengar suara langkah lagi, lebih keras kali ini, seperti mendekat ke arah kami.
Kami berlari keluar dari ruangan itu tanpa berpikir panjang. Keringat dingin mengucur di tubuhku. Begitu kami turun ke lantai bawah dan keluar dari rumah, angin malam terasa begitu segar, seolah-olah rumah itu menyimpan segala ketakutan kami di dalamnya.
Kami berdiri di halaman rumah, terengah-engah. Tanpa kata, kami memutuskan untuk tidak pernah kembali ke tempat itu lagi. Namun, sebelum kami berbalik dan berjalan pergi, aku menoleh sekali lagi ke arah jendela rumah yang gelap. Di sana, di balik kaca yang buram, aku melihat sesosok bayangan yang tampak sedang memandang kami dengan tatapan kosong.
Sejak malam itu, aku tidak pernah lagi merasa penasaran dengan rumah itu. Kadang, ketika melewati jalan itu, aku akan merasakan dinginnya angin malam yang membawa bisikan-bisikan dari dunia lain, dan aku tahu, rumah tua itu masih menyimpan banyak cerita yang tidak akan pernah terungkap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar