Kembali ke Pesantren Pagi itu, Bandara Kualanamu penuh dengan hiruk-pikuk penumpang. Malik, seorang santri dari Kabupaten Malang, duduk di ruang tunggu dengan koper kecil di sampingnya. Hari itu, ia akan kembali ke pesantrennya setelah sebulan menikmati libur hari raya bersama keluarga di Medan. Liburan kali ini terasa begitu berarti. Berkumpul dengan keluarga, merasakan masakan ibunya, dan berbincang dengan ayahnya telah mengobati rindunya. Namun, panggilan untuk kembali ke pesantren tak bisa ia abaikan. Malik tahu, ilmunya belum selesai, dan perjalanan menuju ridha Allah masih panjang. “Malik, jangan lupa selalu menjaga salat dan belajarmu di sana. Kami selalu mendoakanmu,” pesan ibunya saat mengantar Malik ke bandara pagi itu. Ayahnya menepuk pundaknya sambil tersenyum, memberi Malik semangat untuk tetap teguh menjalani kehidupannya sebagai santri. Pesawat yang akan membawanya ke Surabaya akhirnya siap untuk boarding. Malik berjalan memasuki kabin dengan hati yang campur aduk. Ia memilih duduk di dekat jendela, memandangi landasan pacu sambil mengingat kembali kenangan bersama keluarganya. Ketika pesawat mulai lepas landas, Malik membaca doa perjalanan, memohon perlindungan dan kelancaran. Di atas awan, Malik merasakan ketenangan yang luar biasa. Ia membuka mushaf kecil dari tasnya dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an. Bacaan itu menenangkan hatinya yang sedikit berat meninggalkan kampung halaman. Seorang ibu yang duduk di sampingnya memperhatikannya dengan senyum. “Kamu santri, Nak?” tanyanya. “Iya, Bu. Saya belajar di pesantren di Malang,” jawab Malik sopan. “Semoga Allah memberkahimu. Anak muda seperti kamu ini harapan umat.” “Aamiin, terima kasih, Bu,” jawab Malik, tersenyum. Percakapan itu memberi Malik semangat baru. Ia kembali merenung, bahwa perjuangannya menuntut ilmu bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya, dan untuk menjadi manfaat bagi orang banyak. Beberapa jam kemudian, pesawat mendarat di Bandara Juanda, Surabaya. Malik segera mengambil koper kecilnya dan melanjutkan perjalanan ke Malang dengan bus. Perjalanan darat itu tak kalah panjang, tetapi Malik menikmati setiap momennya. Ia melihat sawah-sawah hijau dan pegunungan yang mengingatkannya pada betapa indahnya ciptaan Allah. Sore harinya, Malik tiba di gerbang pesantren. Tempat itu berdiri sederhana, tetapi penuh keberkahan. Teman-teman santrinya menyambutnya dengan senyum hangat. Mereka saling bertukar cerita tentang liburan masing-masing. Malik merasa hatinya kembali penuh dengan semangat ketika mendengar azan maghrib dari masjid pesantren. Setelah salat berjamaah, Malik duduk di serambi masjid, menatap langit yang mulai gelap. Ia mengucap syukur atas perjalanan yang lancar dan selamat. Hatinya bertekad untuk belajar lebih giat, memanfaatkan waktu yang ada, dan membawa kebaikan untuk semua. “Pesantren ini adalah tempatku tumbuh, tempatku mencari cahaya ilmu,” gumam Malik dalam hati. Ia tahu, perjalanan ini adalah bagian dari perjuangan yang akan terus ia jalani, hingga ilmu yang ia pelajari bisa bermanfaat bagi umat dan menjadi bekal menuju akhirat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KARYA ILMIAH - AHMAD SETIAWAN
Sisi Lain Media Sosial: Antara Manfaat dan Dampak Negatif bagi Masyarakat Modern Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keh...
-
Antara cinta, mesin waktu, hukum, dan misteri besar pada zaman Hindia Belanda 1923. Judul Buku : Surat untuk Jenaka Penulis : GIGREY Pe...
-
UBI JALAR Ubi jalar adalah salah satu jenis umbi-umbian yang populer di Indonesia. Selain rasanya yang manis dan lezat, ubi jalar juga ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar