Judul: Di Balik Senja
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hamparan sawah, hiduplah seorang pemuda bernama Dimas. Setiap senja, Dimas selalu duduk di tepi sungai, menatap langit yang berubah warna menjadi merah jingga. Senja adalah waktu favoritnya, saat ia merasa dekat dengan kenangan yang tak pernah bisa ia lupakan.
Tahun lalu, di bawah langit yang sama, Dimas bertemu dengan Aira. Gadis itu datang dari kota untuk menghabiskan liburan musim panas di desa neneknya. Dimas dan Aira sering bertemu tanpa sengaja, berjalan di jalan setapak yang terbuat dari batu, atau berbincang di bawah pohon beringin besar yang menjadi saksi bisu banyak cerita. Aira memiliki senyum yang hangat dan mata yang selalu terlihat cerah, meski ada kalanya, di balik tatapan itu, ada kerinduan yang tak terucapkan.
Mereka mulai saling mengenal, berbagi cerita tentang kehidupan, dan tentang mimpi-mimpi yang ingin diwujudkan. Dimas, yang sederhana dan penuh harapan, bercerita tentang impiannya untuk membangun sebuah rumah di pinggir desa, di mana ia bisa menanam bunga dan menjaga kebun. Aira, di sisi lain, mengungkapkan rasa rindunya pada kota yang gemerlap, pada dunia yang lebih luas dari desa ini. Namun, di balik semua itu, mereka tahu bahwa persahabatan mereka tumbuh begitu cepat.
Hari-hari berlalu, dan musim panas pun berakhir. Aira harus kembali ke kota untuk melanjutkan studinya. Dimas mengantar Aira ke stasiun kereta, tempat perpisahan yang tak terhindarkan. "Jaga dirimu baik-baik, ya," kata Dimas, suara penuh harap.
Aira hanya tersenyum tipis. "Aku akan selalu ingat desa ini, Dimas. Dan aku akan selalu ingat kamu."
Setelah Aira pergi, Dimas merasa seperti ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Setiap senja, ia kembali ke tempat yang sama, duduk di tepi sungai, dan menunggu, meski ia tahu Aira takkan datang lagi. Senja itu, baginya, adalah kenangan yang tak bisa diulang.
Namun, satu hari, setelah berbulan-bulan, sebuah surat datang. Surat yang ditulis tangan dengan tinta biru, dari Aira. Di dalamnya, Aira mengungkapkan rasa rindunya pada desa dan pada Dimas. Ia menceritakan betapa beratnya melanjutkan hidup di kota, jauh dari ketenangan yang ia temukan di desa itu.
"Aku ingin kembali," tulis Aira di akhir suratnya. "Kembali ke tempat di mana hati ini merasa tenang, dan mungkin, kembali kepada kamu."
Dimas membaca surat itu dengan hati berdebar. Ia menatap senja yang mulai memerah di hadapannya. Tak ada lagi kesedihan di matanya, hanya harapan yang tumbuh. Mungkin, saat senja datang lagi, kali ini, ada seseorang yang akan duduk bersamanya, berbicara tentang mimpi-mimpi yang akan diwujudkan bersama.
Dan di balik senja yang selalu indah, Dimas tahu, kadang cinta datang setelah perpisahan, tumbuh di waktu yang tepat, dan memberi arti pada setiap detik yang berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar