Minggu, 24 November 2024

TEKS NARASI(cerpen)-M. HANIF HIBATULLAH

 Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki bukit, hiduplah seorang petani tua bernama Pak Wira. Setiap pagi, ia selalu bangun sebelum fajar menyingsing, mengenakan topi jerami dan membawa sabit tua yang sudah karatan. Rutinitasnya tidak pernah berubah: menanam, merawat, dan akhirnya memanen tanaman yang paling ia cintai—ubi jalar. Tanaman yang sederhana ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya, dan dari tanah yang ia garap dengan penuh kasih.


Pak Wira memiliki sebidang tanah kecil yang kaya akan tanah liat yang subur. Di ladangnya itulah, ubi jalar tumbuh dengan lebat. Ubi jalar yang ia tanam tidak hanya untuk konsumsi sehari-hari, tetapi juga menjadi harapan untuk masa depan. Setiap tahun, hasil panen ubi jalar selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan lebih, yang kemudian ia jual ke pasar desa.


Namun, suatu tahun, sesuatu yang aneh terjadi. Tanaman ubi jalar yang biasanya tumbuh dengan subur malah tampak layu. Daun-daunnya menguning, dan akar-akarnya tidak membesar seperti biasa. Pak Wira kebingungan. Ia merasa ada yang salah dengan tanahnya. Mungkin musim hujan yang terlalu sedikit, atau mungkin tanahnya sudah mulai kekurangan unsur hara.


Suatu malam, ketika Pak Wira sedang duduk di beranda rumahnya, seorang lelaki muda datang menghampiri. Namanya Dito, seorang mahasiswa pertanian yang sedang melakukan penelitian di desa itu. Dito melihat kondisi ladang Pak Wira yang tidak seperti biasanya dan menawarkan bantuan. “Pak Wira, apakah saya boleh mencoba memeriksa tanah di ladang Anda? Saya ingin membantu,” tawar Dito dengan sopan.


Pak Wira yang sudah tua itu tersenyum ramah, meski matanya tampak penuh kerisauan. “Tentu, Nak. Aku sudah mencoba berbagai cara, tapi sepertinya tanah ini sudah lelah.”


Keesokan harinya, Dito datang dengan alat-alat laboratoriumnya. Ia mengumpulkan sampel tanah dari beberapa bagian ladang Pak Wira dan membawanya ke laboratorium untuk diuji. Setelah beberapa hari, Dito kembali dengan hasil yang mengejutkan. “Pak Wira, tanah Anda tidak kekurangan unsur hara, justru sebaliknya. Tanah ini terlalu subur, bahkan berlebihan. Sepertinya, selama ini, terlalu banyak unsur nitrogen yang terkumpul di sini. Itu membuat tanaman menjadi 'kelebihan gizi' dan akhirnya tidak bisa tumbuh dengan baik.”


Pak Wira mengerutkan kening. “Jadi, apa yang harus dilakukan?”


Dito menjelaskan bahwa untuk menyeimbangkan kandungan unsur tanah, mereka perlu menambahkan kompos organik dan memperbaiki sistem irigasi agar air yang ada tidak terlalu banyak menahan unsur nitrogen. "Selain itu, Anda juga perlu mengatur rotasi tanaman agar tanah bisa 'beristirahat'."


Pak Wira tidak langsung percaya, tetapi ia memutuskan untuk mengikuti saran Dito. Bersama-sama mereka bekerja keras memperbaiki ladang itu. Mereka menambahkan kompos dari daun-daun kering dan pupuk alami yang ramah lingkungan. Setelah beberapa bulan, perubahan mulai terlihat. Tanaman ubi jalar tumbuh lebih subur, daunnya hijau kembali, dan batangnya tegak kokoh.


Akhirnya, saat musim panen tiba, ladang Pak Wira dipenuhi dengan ubi jalar yang besar dan manis. Tidak hanya hasilnya melimpah, tetapi kualitasnya pun jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, para tetangga datang untuk membeli ubi jalar yang tampak begitu menggoda.


Pak Wira pun tersenyum lega, berterima kasih pada Dito atas bantuannya. “Kadang-kadang, tanah juga butuh istirahat,” kata Pak Wira sambil memandang ladangnya yang kini kembali subur.


Dito, yang sudah akan kembali ke kota, hanya tertawa kecil. “Benar, Pak Wira. Tanah itu hidup. Ia memberi, tapi juga perlu diberi kembali.”


Ubi jalar itu, dengan segala keajaiban tanah dan perawatan yang penuh kasih, menjadi simbol ketekunan dan pengertian akan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Kini, ladang Pak Wira tidak hanya melimpah dengan hasil panen, tetapi juga dengan rasa syukur yang mendalam akan keajaiban yang bisa terjadi jika kita mau belajar mendengarkan tanah tempat kita berdiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARYA ILMIAH - AHMAD SETIAWAN

 Sisi Lain Media Sosial: Antara Manfaat dan Dampak Negatif bagi Masyarakat Modern Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keh...